Isnin, 20 Julai 2009

SIRAH: DUTA ISLAM YANG PERTAMA

Mus'ab Bin Umair (Bahagian Akhir)


Demikianlah duta Rasulullah yang pertama yang telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, satu keberhasilan yang memang wajar yang layak diperolehnya. Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu dan rasulullah bersama para sahabatnyaberhijrah ke madinah.


Orang-orang Quraisy semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan tenaga untuk melanjutkan kekerasan terhadap hamba-hamba Allah yang soleh. Terjadilah perang badar dan kaum quraisy pun beroleh pelajaran pahit yang menghabiskan sisa-sisa fikiran sihat mereka, hingga mereka berusaha untuk menebus kekalahan, kemudian datanglah giliran perang uhud, dan kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur barisan. Rasulullah berdiri di tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah Mus’ab yang baik dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.


Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan oanah melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan kaum muslimin bealih menjadi kekalahan.


Dengan tidak diduga, pasukan berkuda Quraisy menyerbu kaum Muslimin dari bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk, membantai kaum muslimin yang tengah kacau bilau. Melihat barisan kaum Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan serangan ke arah Rasulullah dengan maksud menghantamnya.


Mus’ab bin umair menyedari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya lalu maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkan. Minatnya tertuju untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan rasulullah s.a.w. Dengan demikian dirinya peribadi bagaikan membentuk barisan tentera.


Sungguh, walaupun seorang diri, tetapi Mus’ab bertempur laksana pasukan tentera besar. Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan taming kesaktian, sedang yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah.


Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceritakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mus’ab bin Umair.

Berkata Ibnu Saad: ”Diceritakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al Abdari dan bapaknya, beliau berkata:”Mus’ab bin Umair adalah pembawa bendera perang Uhud. Tatkala barisan kaum muslimin pecah, mus’ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu Qumaiyah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mus’ab mengucapkan: ”Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa orang Rasul.’ Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membongkok melindunginya. Musuhpun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula, Mus’ab membongkok ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil mengucapkan : ” Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa orang Rasul”. Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mus’ab pun gugur, dan bendera jatuh”.


Gugurlah Mus’ab dan jatuhlah bendera. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Dan hal itu dialaminya setelah dgn keberanian luar biasa mengharungi kancah pengorbanan dan keimanan. Di saat itu Mus’ab berpendapat bahwa sekiranya ia gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka luas menuju Rasulullah SAW tanpa ada pembela yg akan mempertahankanya. Demi cintanya yg tiada terbatas kepada Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia kan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya dihiburkan dirinya dengan ucapan: ”Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa orang Rasul.”

Kalimat yg kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yg selalu dibaca orang.

Setelah pertempuran usai, ditemukan jasad pahlawan ulung yg syahid itu terbaring dgn wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yg mulia. Dan seolah-olah tubuh yg telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikan wajahnya agar tidak melihat peristiwa yg dikwatirkan dan ditakutinya itu. Atau mungkin juga ia merasa malu kerana telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.

Rasulullah SAW bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai ke tempat terbaringnya jasad Mus’ab bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah Ibnul ’Urrat: ”Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah SAW dengan mengharap keredhaanNya, hingga pastilah sudah pahala disisi Allah. Di antara kami ada yg telah berlalu sebelum menikmati pahalanya didunia ini sedikitpun juga. Di antaranya ialah Mus’ab bin Umair yg tewas di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh diatas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah SAW: ”Tutuplah ke bahagian kepalanya dan kakinya tutupilah dengan rumput idzkhir!”

Bertapa pun luka pedih dan duka yg dalam menimpa Rasulullah kerana gugur bapa saudaranya Hamzah dan di rosak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi dan betapa penuhnya medan peperangan dengan mayat para sahabat dan kawan-kawannya yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya. Betapa juga semua itu, Rasulullah tidak melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yg pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi hatinya. Memang, Rasulullah berdiri di depan Mus’ab Bin Umair dengan pandangan mata yg pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih-sayang, dibacanya ayat 23 dalam surah al-Ahzab yg bermaksud,

”Di antara orang-orang Mukmin terdapat pahlawan-pahlawan yg telah menepati janjinya dengan Allah.”

Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yg digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda: ”Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yg lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yg kusut massai, hanya dibalut sehelai burdah.”

Setelah melayangkan pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mus’ab yg tergeletak diatasnya, Rasulullah berseru: ”Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.”

Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yg masih hidup, sabdanya: ”Hai manusia! Berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka serta ucapkan salam! Demi Allah yg menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yg memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya.”

Tiada ulasan: